Konsep Quantum Learning
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan
seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta
membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa
teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah
populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik
yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan
bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan
sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov,
pendidik berkebangsaan Bulgaria.
Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology
(suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti
mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti
positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik
digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi
mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi,
ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses
accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni, proses belajar yang
memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang
normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan
melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir
positif, dan emosi yang sehat.
“Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam
program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak
mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku
dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para
pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang
positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk
merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan
dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan
Hernacki, 1992)
Selanjutnya Porter dkk mendefinisikan quantum
learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.”
Mereka mengamsalkan kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi
manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal
energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalah materi”.
“Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi,
hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”. Pada kaitan inilah, quantum
learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan
NLP dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Termasuk konsep-konsep kunci
dari teori dan strategi belajar, seperti: teori otak kanan/kiri, teori otak triune
(3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestik), teori
kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar
dengan simbol (metaphoric learning), simulasi/permainan.
Beberapa hal yang penting dicatat dalam quantum
learning adalah sebagai berikut. Para siswa dikenali tentang “kekuatan
pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak manusia mempunyai potensi
yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert Einstein. Selain itu, dipaparkan
tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan bagaimana proses otak itu
bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses
belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons
menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau
dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”. Bagaimana faktor-faktor umpan
balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna
untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar,
bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat
pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap
keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan tepukan.”
Berdasarkan penjelasan mengenai apa dan bagaimana
unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja, dibuat model pembelajaran yang
dapat mendorong peningkatan kecerdasan linguistik, matematika, visual/spasial,
kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intarpersonal, dan intuisi.
Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik (melalui kontak langsung dengan
lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui bermain, meniru, dan pembacaan
cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi (melalui perawatan yang benar dan
pengondisian emosional yang sehat). Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua
belahan otak “kiri dan kanan”. Proses berpikir otak kiri (yang bersifat logis,
sekuensial, linear dan rasional), misalnya, dikenakan dengan proses
pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi verbal,
menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta, fonetik,
serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak, tidak
teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran yang
terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi), kesadaran
akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda), kesadaran
spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas
dan visualisasi.
Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada proses belajar
yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan otak, keberhasilan, dan
kehormatan diri.” Keempat unsur ini bila digambarkan saling terkait. Dari
kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan
otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan
kehormatan diri.
Dari proses inilah, quantum learning menciptakan konsep motivasi,
langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep
belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap
situasi, menggunakan apa yang Anda pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan
agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan
dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya
potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman
belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.”
Dalam kaitan itu pula, antara lain, quantum
learning mengonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.”
Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap
positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik quantum
dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun
mental. Dengan mengatur lingkungan belajar demikian rupa, para pelajar
diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman
belajar.
Penataan lingkungan belajar ini dibagi dua yaitu:
lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro ialah tempat peserta
didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi). Quantum learning menekankan
penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena semua itu dinilai mempengaruhi
peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Ini tampaknya
yang menjadi kekuatan orisinalitas quantum learning. Akan tetapi, dalam
kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang pendidikan di Indonesia, lebih baik
memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan terstruktur
seperti: meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target
penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa
santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat
baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran
darah dan proses otak bekerja serta akhirnya konsentrasi siswa.
Lingkungan makro ialah “dunia yang luas.” Peserta
didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta
untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke
lingkungan masyarakat yang diminatinya. “Semakin siswa berinteraksi dengan
lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang menantang dan semakin
mudah Anda mempelajari informasi baru,” tulis Porter. Setiap siswa diminta
berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan
masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan
pengertahuan pribadi. Selain itu, berinteraksi dengan masyarakat juga berarti
mengambil peluang-peluang yang akan datang, dan menciptakan peluang jika tidak
ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap proses interaksi tersebut
(untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada akhirnya, interaksi ini
diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri dalam melakukan
perubahan. Mereka tidak boleh terbenam dengan situasi status quo yang
diciptakan di dalam lingkungan mikro. Mereka diminta untuk melebarkan
lingkungan belajar ke arah sesuatu yang baru. Pengalaman mendapatkan sesuatu
yang baru akan memperluas “zona aman, nyaman dan merasa dihargai” dari siswa.
Sumber : Septiawan
Santana Kurnia, Quantum Learning bagi Pendidikan Jurnalistik: (Studi pembelajaran
jurnalistik yang berorientasi pada life skill);
on line : Editorial Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan www.depdiknas.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar